YOGYAKARTA – Kotagede merupakan salah satu kawasan bersejarah yang ada di Yogyakarta. Selain terkenal sebagai penghasil perak, Kotagede juga memiliki berbagai bangunan bersejarah. Salah satu bangunan bersejarah yang banyak wisatawan jadikan destinasi wisata religi di Kotagede adalah Masjid Mataram Kotagede.
Lokasinya terletak tidak jauh dari pusat daerah Kotagede atau hanya beberapa ratus meter dari lokasi Pasar Kotagede. Tepatnya di Jalan Watu Gilang, Kecamatan Kotagede, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Para wisatawan mengunjungi masjid ini karena berbagai alasan, seperti sekadar beribadah, berziarah, atau melihat-lihat karena letaknya bersebelahan dengan makam raja-raja Mataram. Terdapat dua pintu masuk yang dapat diakses oleh wisatawan, yaitu pintu gapura utama yang terletak di sebelah timur masjid dan pintu gapura yang terletak di sebelah utara.
“Masjid Mataram Kotagede ini merupakan bangunan peninggalan kanjeng Panembahan Senopati. Beliau adalah raja pertama kerajaan Mataram Islam. Beliau mengajak pengikut Ki Ageng Pemanahan yang masih menganut kepercayaan Hindu untuk ikut membantu. Umat Muslim bangun masjidnya, sedang umat Hindu bangun pintu berbentuk pura.” Ujar Warisman selaku pengurus sekretariat Masjid Mataram Kotagede.
Masjid Mataram Kotagede dibangun pada tahun 1587 oleh pendiri Kasultanan Mataram Islam, Panembahan Senopati. Dalam prosesnya pembangunan masjid ini banyak dibantu oleh etnis Hindu-Budha yang ikut bersama Ki Ageng Pemanahan (ayahanda Panembahan Senopati) saat perjalanannya hijrah dari Pajang ke Mataram.
Bangunan yang awalnya sederhana mulai ditambah dengan serambi dan halaman masjid. Perkembangan ini dimulai pada era Sultan Agung pada sekitar tahun 1640.
Di sekitar kompleks halaman masjid, terdapat sebuah prasasti berwarna hijau yang menceritakan proses pembangunan masjid ini. Prasasti bertinggi 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang Kasunanan Surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti sebagai acuan waktu sholat.
Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama dilakukan pada masa Sultan Agung. Bangunan masjid saat itu berukuran masih kecil, atau biasa disebut langgar. Pada tahap kedua, pembangunan masjid diteruskan oleh Pakubuwono X, selaku Raja Kasunanan Surakarta.
“Bisa dilihat perbedaan bagian masjid yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X, yaitu pada tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan Agung tiangnya bahannya kayu, kalau yang Paku Buwono tiangnya dari bahan besi. Maka dari itu, Paku Buwono X membangun prasasti di kompleks halaman masjid ini sebagai penanda atau bukti.” Kata Warisman.
Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi. Di sekeliling Masjid sebelum memasuki serambi, terdapat kolam ikan yang mengelilingi masjid. Untuk memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuat sebuah jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.
Pada bagian serambi masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu diwakafkan dari seseorang bernama Nyai Pringgit. Sampai saat ini, bedug tersebut masih dibunyikan sebagai penanda waktu solat.
Di dalam atau bagian inti masjid, terdapat sebuah mimbar khutbah yang terbuat dari bahan kayu dengan ukiran indah. Mimbar tersebut merupakan pemberian Kesultanan Palembang kepada Sultan Agung. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja disimpan agar tidak rusak. Mimbar yang saat ini digunakan merupakan mimbar tiruan untuk kepentingan ibadah sehari-hari.
Sampai sekarang Masjid Kotagede Mataram tetap kokoh berdiri. Keberadaannya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dilindungi dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Masjid Mataram Kotagede memang memiliki daya tarik yang unik dan kental akan sejarah. Gaya arsitektur yang memadukan antara kebudayaan Hindu dan Jawa dapat terlihat pada struktur bangunan masjid ini. Arsitektur Hindu terlihat di bagian pintu gerbang atau gapura hingga pagar tembok keliling dan arsitektur Jawa tampak jelas di bagian masjidnya. Tak hanya itu, setiap bagian dari masjid ini memiliki cerita tersendiri yang menarik untuk disimak. Hingga kini masjid yang terletak tak jauh dari kompleks Makam Raja-raja ini masih dimanfaatkan oleh warga setempat untuk aktivitas keagamaan.
-Shafira Aulia Rezkika-
0 komentar:
Posting Komentar